Minggu, 06 Maret 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA ST. RML DENGAN GASTRITIS KRONIS

BAB 1
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Kemajuan teknologi yang disertai keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan eknomi, kemajuan ilmu pengetahuan serta keberhasilan dalam program kesehatan. Keberhasilan tersebut berdampak terhadap meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut cenderung meningkat.
Peningkatan umur harapan hidup masyarakat di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.1 Angka Harapan Hidup di Indonesia

Tahun

    Laki-laki 
    Perempuan 
    Total 
    1971
    1980
    1990
    1995
    2000
    2005
    2010
    2015
    2020 
    44,2
    50,6
    58,1
    61,5
    63,3
    64,9
    66,4
    67,7
    69,0 
    47,2
    53,7
    61,5
    65,4
    67,2
    68,8
    70,4
    71,7
    73,0 
    45,7
    52,2
    59,8
    63,5
    65,3
    66,9
    68,4
    69,8
    71,7 
    Sumber: BPS, 1992, 1993 Keterangan: Angka harapan hidup sejak lahir
    Saat ini, jumlah orang lanjut usia di selluruh dunia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata – rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di negara maju seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia lebih kurang 1000 orang per hari pada tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia di atas 50 tahun sehingga istilah "Baby Boom" pada masa lalu berganti menjadi "Ledakan penduduk lanjut usia".
    Berdasarkan Data pada Biro Pusat Statistika dan beberapa sumber lain, dapat diketahui jumlah dan prosentase populasi lansia di Indonesia pada tahun 2000 – 2020 sesuai pada tabel berikut ini:
    Tabel 1.2 Jumlah dan Persentase Populasi Lansia Indonesia 1971 – 2020
    Tahun
    Jumlah Lansia 
    Persentase 
    2000 (d) 
    15.262.199 
    7,28% 
    2005 (d) 
    17.767.709 
    7,97% 
    2010 (d) 
    19.936.859 
    8,48% 
    2015 (d) 
    23.992.553 
    9,77% 
    2020 (d) 
    28.822.879 
    11,34% 
    Sumber: (a) Biro Pusat Statistika, 1974; (b) Biro Pusat Statistika,1983; (c) Biro Pusat

    Statistika, 1992; (d) Ananta dan Anwar, 1994. Dikutip oleh Djuhari dan Anwar, 1994

    Meningkatnya umur harapan hidup dipengaruhi oleh:

    1. Majunya pelayanan kesehatan
    2. Menurunnya angka kematian bayi daan anak
    3. Perbaikan gizi dan sanitasi
    4. Meningkatnya pengawasan terhadap penyakit infeksi
    Secara individu, pada usia di atas 55 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah. Hal ini akan menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis. Dengan bergesernya pola perekonomian dari pertanian ke industri maka pola penyakit pada lansia juga bergeser dari penyakit menular menjadi degeneratif.
    Survei rumah tangga tahun 1980, angka kesakitan penduduk usia lebih dari 55 tahun sebesar 25,70% diharapkan pada tahun 2000 nanti angka tersebut menjadi 12,30% (Depkes RI, Pedoman Pembinaan Kesehatan Lanjut Usia Bagi Petugas Kesehatan I, 1992).
    Perawatan terhadap pasien lansia merupakan tanggung jawab keluarga dan pemerintah khususnya Dinas social dan tenaga kesehatan. Perubahan – perubahan kecil dalam kemampuan seorang pasien lansia untuk melaksanakan aktivitas sehari – hari atau perubahan kemampuan seorang pemberi asuhan keperawatan dalam memberikan dukungan hendaknya memiliki kemampuan untuk mengkaji aspek fungsional, sosial, dan aspek – aspek lain dari kondisi klien lansia.
    Berkaitan dengan peran pemberi asuhan keperawatan, perawat sebagai salah satu kompetensi yang harus diemban, maka dirasa perlu untuk mengadakan praktek keperawatan klinik khususnya pada klien lansia sebagai konteks keperawatan gerontik, maka pada kesempatan mengenyam tahap profesi ini, mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Angkatan I, kelompok I, diterjunkan secara langsung di Panti Sosial Tresna Werdha " Bahagia" di Kabupaten Magetan, guna mendapat pengalaman secara langsung mengenai perubahan – perubahan yang terjadi pada lansia serta konsep asuhan keperawatan pada klien lansia yang mengalami gangguan atau masalah kesehatan.

    1. Tujuan
    Tujuan umum

    Meningkatkan derajat kesehatan para lanjut usia.

    Tujuan khusus

    • Mampu melakukan pengkajian pada lansia
    • Mampu merumuskan diagnosa keperawatan lansia
    • Mampu menyusun rencana keperawatan.
    • Melakukan tindakan keperawatan pada lansia
    • Mampu melakukan evaluasi terhadap keberhasilan tindakan yang diberikan.
    1. Sistematika Laporan
      Sistematika laporan kegiatan ini adalah:

      1. Bab 1 Pedahuluan memuat: Latar Belakang, Tujuan Kegiatan, dan Sistematika Laporan.
      2. Bab 2 Konsep Teori memuat: Konsep Lansia, Konsep dan asuhan keperawatan pada gastritis.
      3. Bab 3 Asuhan Keperawatan Gerontik memuat: Pengkajian, Perumusan Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi.
      4. Bab 4 Penutup, memuat: Kesimpulan dan Saran.

    BAB 2
    KONSEP TEORI


    Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep teori yang memuat: Konsep Lansia, Konsep dan Asuhan Keperawatan Klien Dengan Hipertensi.
    2.1 Konsep Teori Lansia

    2.1.1 Batasan Lansia

        Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:

    1. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
    2. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahu
    3. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
    4. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
    2.1.2 Proses Menua

        Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
    Meskpun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini diartikan:
    1. Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
    2. Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari,
    3. Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo, 1996)
    Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan – perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus – menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh MunandarAshar Sunyoto (1994) menyebutkan masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu:
    1. Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain,
    2. Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya,
    3. Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah,
    4. Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak dan
    5. Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan gerak.
    Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan – kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
    Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan ynag diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992)
    Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri – ciri penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:
    1. Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
    2. Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
    3. Selalu mengingat kembali masa lalu
    4. Selalu khawatir karena pengangguran,
    5. Kurang ada motivasi,
    6. Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan
    7. Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
    Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah: minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilkukan saat ini dan memiliki kekhawatiran minimla trehadap diri dan orang lain.
    1. Teori Proses Menua
    1. Teori – teori biologi
      1. Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
        Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies – spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).

         
    2. Pemakaian dan rusak
    Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
    1. Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
    Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
    1. Teori "immunology slow virus" (immunology slow virus theory)
    Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkab kerusakan organ tubuh.

    1. Teori stres
    Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
    1. Teori radikal bebas
    Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
    1. Teori rantai silang
    Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
    1. Teori program
      Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.
    2. Teori kejiwaan sosial
    3. Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
           Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
      Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia
    4. Kepribadian berlanjut (continuity theory)
      Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
    5. Teori pembebasan (disengagement theory)
      Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :
      1. kehilangan peran
      2. hambatan kontak sosial
      3. berkurangnya kontak komitmen
    2.1.4 Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia
        Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia, antara lain: (Setiabudhi, T. 1999 : 40-42)
    1) Permasalahan umum
    a) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
    b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
    c) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
    d) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia.
    e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia.
    2) Permasalahan khusus :
    a) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial.
    b) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
    c) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
    d) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
    e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat individualistik.
    f) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu kesehatan fisik lansia
    2.1.5 Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan
    1. Hereditas atau ketuaan genetik
    2. Nutrisi atau makanan
    3. Status kesehatan
    4. Pengalaman hidup
    5. Lingkungan
    6. Stres


    2.1.6 Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

    1) Perubahan fisik
    Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh, diantaranya sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen.
    2)Perubahan mental
    Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
    1. Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
    2. Kesehatan umum
    3. Tingkat pendidikan
    4. Keturunan (hereditas)
    5. Lingkungan
    6. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
    7. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
    1. Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili.
    2. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep dir.
    1. Perubahan spiritual
    Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970)
    Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970)
    2.1.7 Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia
    Menurut the National Old People's Welfare Council , dikemukakan 12 macam penyakit lansia, yaitu :Depresi mental
    1. Gangguan pendengaran
    2. Bronkhitis kronis
    3. Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.
    4. Gangguan pada koksa / sendi pangul\Anemia
    5. Demensia
    2.2 Konsep Hipertensi

    2.2.1 Batasan Hipertensi

    Hipertensi didefinisikan adanya kenaikan tekanan darah yang persisten . Pada orang dewasa rata-rata tekanan sistolik sama atau di atas 140 mm Hg dan tekanan diastolik sama atau di atas 90 mm Hg , menurut American Heart Association, rata-rata dari dua kali pemeriksaan yang berbeda dalam dua minggu. Menurut Pusdiknakes Depkes disebutkan hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik diatas standar dihubungkan dengan usia.
    Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu :
    1. Hipertensi esensial (hipertensi primer / idiopathic) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya, sebanyak 90 % kasus.
    2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain , sebanyak 10 % .
    1. Faktor Predisposisi
    Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi . Faktor-faktor tersebut antara lain :

    1. Faktor keturunan
    Dari data statistik terbukti bahwa sesorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.
    1. Ciri perseorangan
      Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah : umur, jenis kelamin dan ras. Umur yang bertambah akan menyebabkan kenaikan tekanan darah. Tekanan darah pria umumnya lebih tinggi dibandingkan tekanan darah wanita.Juga statistik di Amerika menunjukan prevalensi hipertensi pada orang kulit hitam hampir dua kali lipat dibandingkan dengan orang kulit putih.
    2. Kebiasaan Hidup.
      Kebiasaan hidup yang yang sering menyebabkan hipertensi adalah :
      1. Konsumsi garam yang tinggi, dari statistik diketahui bahwa suku bangsa atau penduduk dengan konsumsi garam rendah jarang menderita hipertensi. Dari dunia kedokteran juga telah dibuktikan bahwa ,pembatasan garam dan pengeluaran garam / natrium oleh obat diuretik akan menurunkan tekanan darah lebih lanjut.
      2. Kegemukan atau makan berlebihan ; dari penelitian kesehatan terbukti ada hubungan antara kegemukan dan hipertensi . Meskipun mekanisme bagaimana kegemukan menimbulkan hipertensi belum jelas, tetapi sudah terbukti penurunan berat badan dapat menurunkan tekanan darah.
      3. Stres dan ketegangan jiwa ; sudah lama diketahui bahwa ketegangan jiwa seperti rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah dapat mmerangsang kelenjar anak ginjal melepaskaqn hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat , sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama , tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga tinbul kelainan organis atau perubahan patologis (Dr. Hans Selye: General Adaptation Syndrome, 1957). Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag.
      4. Pengaruh lain yang dapat menyebabkan naiknya tekanan darah adalah sebagai berikut : merokok: karena merangsang sistem adrenergik dan meningkatkan tekanan darah ; minum alkohol, minum obat-obat,misal; ephedrin, Prednison, epinefrin.
    1. Patofisiologi
      Kerja jantung terutama ditentukan oleh besarnya curah jantung dan tahanan perifer. Curah jantung pada penderita hipertensi umumnya normal. Kelainannya terutama pada peninggian tahanan perifer. Kenaikan tahanan perifer ini disebabkan karena vasokonstriksi arteriol akibat naiknya tonus otot polos pembuluh darah tersebut. Bila hipertensi sudah berjalan cukup lama maka akan dijumpai perubahan-perubahan struktural pada pembuluh darah arteriol berupa penebalan tunika interna dan hipertropi tunika media. Dengan adanya hipertropi dan hiperplasi, maka sirkulasi darah dalam otot jantung tidak mencukupi lagi sehingga terjadi anoksia relatif. Keadaan ini dapat diperkuat dengan adanya sklerosis koroner.
    2. Usaha Pencegahan Hipertensi.
    Pencegahan lebih baik dari pada pengobatan, demikian juga terhadap hipertensi.pada umumnya, orang akan berusaha mengenali hipertensi jika dirinya atau keluarganya sakit keras atau meninggal dunia akibat hipertensi.
    Sebenarnya sangat sederhana dan tidak memerlukan biaya, hanya diperlukan disiplin dan ketekunan menjalankan aturan hidup sehat, sabar, dan ikhlas (jawa; nrimo) dalam mengendalikan perasaan dan keinginan atau ambisi. Di samping berusaha untuk memperoleh kemajuan, selalu sadar atau mawas di ri untuk ikhlas menerima kegagalan atau kesulitan.
    Usaha pencegahan juga bermanfaat bagi penderita hipertensi agar penyakitnya tidak menjadi lebih parah , tentunya harus disertai pemakaian obat-obatan yang harus ditentukan oleh dokter. Agar terhindar dari komplikasi fatal hipertensi, harus diambil tindakan pencegahan yang baik (Stop high blood pressure), antara lain dengan cara sebagai berikut :
    1. Mengurangi konsumsi garam
    2. Menghindari kegemukan
    3. Membatasi konsumsi lemak
    4. Olahraga teratur
    5. Makan banyak sayur segar
    6. Tidak merokok dan tidak minum alkohol
    7. Latihan relaksasi atau meditasi
    8. Berusaha membina hidup yang positif.


    2.2.4 Penanggulangan Hipertensi
    Penanggulangan hipertensi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua penatalaksanaan yaitu : Penatalaksanaan Nonfarmakologis dan farmakologis
    2.2.4.1 Penatalaksanaan Nonfarmakologis :

    Hipertensi atau tekanan darah tinggi sebetulnya bukan suatu penyakit, tetapi hanya merupakan suatu kelainan dengan gejala gangguan pada mekanisme regulasi tekanan darah yang timbul.
    Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja, tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita bertambah kuat (Barry,1987).
    Penatalaksanaan nonfarmakologi adalah dengan jalan memodifikasi gaya.
    2.2.4.2 Penatalaksanaan farmakologis

    Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan obat standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( Joint National Commite On Detection, Evaluation and Treatment of high Blood Pressure, USA, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretik, Penyekat Betha , Antagonis kalsium, atau penghambatan ACE, dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita. Bila tekanan darah tidak dapat diturunkan dalam satu bulan, dosis obat dapat disesuaikan sampai dosis maksimal atau menambahkan obat golongan lain atau mengganti obat pertama dengan obat golongan lain. Sasaran penurunan tekanan darah adalah kurang dari 140/90 mm Hg dengan efek samping minimal. Penurunan tekanan dosis obat dapat dilakukan pada golongan hipertenssi ringan yang sudah terkontrol dengan baik selama 1 tahun.
    2.2.5 Komplikasi
    Hipertensi merupakan penyebab utama penyakit jantung koroner, cedera cerebrovaskuler, dan gagal ginjal. Hipertensi menetap yang disertai dengan peningkatan tahanan perifer menyebabkan gangguan paada endothelium pembuluh darah mendorong plasma dan lipoprotein ke dalam intima dan lapisan sub intima dari pembuluh darah dan menyebabkan pembentukan plaque /aterosklerosis. Peningkatan tekanan juga menyebabkan hiperplasi otot polos , yang membentuk jaringan parut intima dan mengakibatkan penebalan pembuluh darah dengan penyempitan lumen. (Underjillet all.,1989) dikutip dari Carpenito (1999).
    Komplikasi yang dapat timbul bila hipertensi tidak terkontrol adalah
    1. Krisis Hipertensi
    2. Penyakut jantung dan pembuluh darah : penyakit jantung koroner dan penyakit jantung hipertensi adalah dua bentuk utama penyakit jantung yang timbul pada penderita hipertensi.
    3. Penyakit jantung cerebrovaskuler : hipertensi adalah faktor resiko paling penting untuk timbulnya stroke. Kekerapan dari stroke bertambah dengan setiap kenaikan tekanan darah.
    4. Ensefalopati hipertensi yaitu sindroma yang ditandai dengan perubahan neurologis mendadak atau sub akut yang timbul sebagai akibat tekanan arteri yang meningkat dan kembali normal apabila tekanan darah diturunkan.
    5. Nefrosklerosis karena hipertensi.
    6. Retinopati hipertenssi.


    1. Kosep Asuhan Keperawatan
    • Pengkajian klien dengan hipertensi
      • Aktifitas/ istirahat
        Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton

        Tanda: Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung
      • Sirkulasi
        Gejala: Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner.

        Tanda: Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disarythmia.
      • Integritas Ego
        Gejala: Ancietas, depresi, marah kronik, faktor-faktor stress.

        Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, otot mulai tegang.
      • Eliminasi
        Riwayat penyakit ginjal, obstruksi.
      • Makanan/ cairan
        Gejala: Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol), mual, muntah, perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat penggunaan diuretik.
        Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.
      • Neurosensori
    Gejala: Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital, gangguan penglihatan.

    Tanda: Status mental: orientasi, isi bicara, proses berpikir,memori, perubahan retina optik.
    Respon motorik: penurunan kekuatan genggaman tangan.
    • Nyeri/ ketidaknyamanan
      Gejala: Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/ masssa.
    • Pernafasan
    Gejala: Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea, batuk dengan/ tanpa sputum, riwayat merokok.

    Tanda: Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan alat bantu pernafasan.
    • Keamanan
      Gejala: Gangguan koordinasi, cara brejalan.


       
    Pemeriksaan Diagnostik

    • Hb: untuk mengkaji anemia, jumlah sel-sel terhadap volume cairan (viskositas).
    • BUN: memberi informasi tentang fungsi ginjal.
      • Glukosa: mengkaji hiperglikemi yang dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
    • Kalsium serum
    • Kalium serum
    • Kolesterol dan trygliserid
    • Px tyroid
    • Urin analisa
    • Foto dada
    • CT Scan
    • EKG
    Prioritas keperawatan:

    • Mempertahankan/ meningkatkan fungsi kardiovaskuler.
    • Mencegah komplikasi.
    • Kontrol aktif terhadap kondisi.
    • Beri informasi tentang proses/ prognose dan program pengobatan.
    • Diagnosa Keperawatan:
      Intoleran aktivitas sehubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2.

      Tujuan/ kriteria:

      • Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan/ diperlukan.
      • Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat diukur.
      • Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi.
      Intervensi:

      • Kaji respon terhadap aktifitas.
      • Perhatikan tekanan darah, nadi selama/ sesudah istirahat.
      • Perhatikan nyeri dada, dyspnea, pusing.
      • Instruksikan tentang tehnik menghemat tenaga, misal: menggunakan kursi saat mandi, sisir rambut.
      • Melakukan aktifitas dengan perlahan-lahan.
      • Beri dorongan untuk melakukan aktifitas/ perawatan diri secara bertahap jika dapat ditoleransi.
      • Beri bantuan sesuai dengan kebutuhan.
    Diagnosa Keperawatan:

    Nyeri (akut), sakit kepala sehubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
    Hasil yang diharapkan: melapor nyeri/ ketidaknyamanan berkurang.
    Intervensi:
    • Pertahankan tirah baring selama fase akut.
    • Beri tindakan non farmakologik untuk menghilangkan nyeri seperti pijat punggung, leher, tenang, tehnik relaksasi.
    • Meminimalkan aktifitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan nyeri kepala,misal: membungkuk, mengejan saat buang air besar.
    • Kolaborasi dalam pemberian analgetika, anti ancietas.

    Diagnosa Keperawatan

      Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan fungsi motorik sekunder terhadap kerusakan neuron motorik atas.

      Kriteria:
      Klien akan menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
      Intervensi:
      1. Ajarkan klien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit pada sedikitnya empat kali sehari.
        R/ Rentang gerak aktif meningkatkan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan.
      2. Lakukan latihan rentang gerak pasif pada ekstremitas yang sakit tiga sampai empat kali sehari. Lakukan latihan dengan perlahan untuk memberikan waktu agar otot rileks dan sangga ekstremitas di atas dan di bawah sendi untuk mencegah regangan pada sendi dan jaringan.
        R/ Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak digunakan. Kontraktur pada otot fleksor dan adduktor dapat terjadi karena otot ini lebih kuat dari ekstensor dan abduktor.
      3. Bila klien di tempat tidur lakukan tindakan untuk meluruskan postur tubuh.
        R/ Mobilitas dan kerusakan fungsi neurosensori yang berkepanjangan dapat menyebabkan kontraktur permanen.
      4. Siapkan mobilisasi progresif.
        R/ Tirah baring lama atau penurunan volume darah dapat menyebabkan penurunan tekanan darah tiba-tiba (hipotensi orthostatik) karena darah kembali ke sirkulasi perifer. Peningkatan aktivitas secara bertahap akan menurunkan keletihan dan peningkatan tahanan.
      5. Secara perlahan bantu klien maju dari ROM aktif ke aktivitas fungsional sesuai indikasi.
      R/ Memberikan dorongan pada klien untuk melakukan secara teratur.

      Diagnosa Keperawatan

        Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang, motorik atau persepsi.

        Kriteria hasil:
        • Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko terhadap cedera.
        • Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.
        • Meminta bantuan bila diperlukan.
        Intervensi:

        • Lakukan tindakan untuk mengurangi bahaya lingkungan.
        R/ Membantu menurunkan cedera.

        • Bila penurunan sensitifitas taktil menjadi masalah ajarkan klien untuk melakukan:
          • Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan.
          • Kaji ekstremitas setiap hari terhadap cedera yang tak terdeteksi.
          • Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion emoltion.
            R/ Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi klien terhadap suhu.
        1. Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko yang berkenaan dengan pengunaan alat bantu.
          R/ Penggunaan lat bantu yang tidak tepat atau tidak pas dapat meyebabkan regangan atau jatuh.
        2. Anjurkan klien dan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah.
        R/ Klein dengan masalah mobilitas, memerlukan [emasangan alat bantu ini dan


        • Pelaksanaan
          • Pencegahan Primer
          Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk:
          • Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak terjadi hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
          • Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
          • Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
          • Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
          • Pencegahan sekunder
          Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita hipertensi berupa:
          • Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun dengan tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
          • Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan stabil mungkin.
          • Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.
          • Batasi aktivitas.

        TINJAUAN KASUS




        3.1 Pengkajian

            Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 5 Maret 2002 pada pukul 11.00 WIB.

        3.1.1 Pengumpulan data

        1. Data biografi klien
          a) Nama            : Tn. S
        b) Tempat dan tanggal lahir    : - / umur 67 tahun

        c) Pendidikan terakhir        : SD tidak tamat
        • Agama            : Islam
        • Satus perkawinan        : Duda
        • TB/BB            : 155 cm / 37 kg
        • Penampilan umum    : Bersih dan rapi, badan kurus.
          • Ciri – ciri tubuh : jalan masih tegak, rambut sebagian memutih
        • Alamat            : Karang Patian – Pulung - Ponorogo.
        • Orang yang dekat dihubungi: Tn. Ip.
        • Hubungan dengan klien    : Cucu.
        • Alamat            : Purwantoro - Ponorogo.

           
        1. Riwayat keluarga

        1. Riwayat pekerjaan
          Pekerjaan sebelumnya Tukang Kayu .



          4) Riwayat lingkungan hidup

          Sekarang klien tinggal di Wisma Kunthi bersama lansia yang lain orang. Jumlah kamar 6 buah dengan kondisi kamar cukup bersih, peralatan makan tertata rapi di atas meja, tidak ada pakaian kotor yang menumpuk atau tergantung, kondisi tempat tidur bersih. Pertukaran udara an cahaya matahari baik. Tingkat kenyamanan dan privacy terjamin.
        2. Riwayat rekreasi
          Klien senang nonton TV .
        3. Sistem pendukung
          Di panti ada seorang perawat lulusan SPK yang bertugas mengurusi masalah kesehatan. Hampir semua kebutuhan terpenuhi karena panti menyiapkan kebutuhan lansia serta kegiatan terjadwal secara teratur. Apabila lansia mengalami masalah kesehatan yang serius panti melakuykan rujukan ke puskesmas maupun rumah sakit.
        4. Deskripsi kekhususan
          Klien mengatakan selalu melakukan solat 5 waktu dan mendapat pembinaan mental dan rohani setiap minggu.
        5. Status kesehatan
          Klien mengatakan pernah mengalami sakit punggung setahun yang lalu. Sekarang klien mngeluh Pusing, Kalau beraktivitas cepat merasa lelah, penglihatan kabur, kadang – kadang terasa lemah diseluruh tubuh .
        6. A D L (activity daily living)
          Berdasarkan indeks KATZS, pemenuhan kebutuhan ADL klien diskor dengan A karena berdasarkan pengamatan mahasiswa, klien mampu memenuhi kebutuhan makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil dan berpakaian secara mandiri.
          Psikologis kien meliputi:
        • Persepsi klien terhadap penyakit: klien memandang penyakitnya hanya biasa.
        • Konsep diri baik karena klien mampu memandang dirinya secara positif dan mau menerima kehadiran orang lain.
        • Emosi klien stabil
        • Kemampuan adaptasi klien baik.
        • Mekanisme pertahanan diri: klien mengatakan senang tinggal di panti.
        1. Tinjauan sistem
          1. Keadaan umum: klien tampak bersih.
          2. Tingkat kesadraan : CM (compos mentis)
          3. Skala koma glasgow: E=4, V=5, M=6, total15
          4. Tanda – tanda vital: N: 80 x/mnt; S: 37,20C, RR: 16 x/mnt; TD: 170/90 mmHg.
          5. Sistem pengelihatan: Baik, mata kiri dan kanan tidak ada kelainan, visus normal.
          6. Pendengaran: klien dapat mendengar dengan baik.
          7. Sistem kardiovaskuler:
        • Inspeksi: pergerakan dada simetris.
        • Perkusi: terdapat suara pekak.
        • Auskultasi: Irama jantung teratur, suara S1S2 tunggal.
        • Sistem pernafasan:
        • Inspeksi: dada ka/ki terlihat simetris, tidak ada retraksi otot bantu pernafasan.
        • Perkusi: Suara paru ka/ki sama sonor.
        • Auskultasi: vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)
        1. Sistem integumen
          Inspeksi: tekstur kulit terlihat kendur, keriput(+), peningkatan pigmen (-), dekubitus (-), bekas luka (-). Palpasi: turgor kulit normal.
        2. Sistem perkemihan
          Klien mengatakan biasa buang air kecil di kamar mandi, frekuensi 3-4 x/hari, Ngompol (-)
        3. Sistem muskuloskletal
          ROM klien baik/penuh, klien seimbang dalam berjalan, kemampuan menggenggam kuat, otot ekstremitas ka/ki sama kuat, tidak ada kelainan tulang, atrofi dll.
        4. Sistem endokrin
          Klien mengatakan tidak menderita kencing manis. Palpasi: tidak ada pembesaran kelenjar thyroid.
        5. Sistem immune
          Klien mengatakan tidak mengerti imunisasi, sensitivitas terhadap zat alergen (-), riwayat penyakit berkaitan dengan imunisasi, klien mengatakan tidak tahu.
        6. Sistem gastrointestinal
          Klien hanya mengkonsumsi makanan yang disediakan dari dapur umum panti dengan frekuensi 3 kali sehari dan setiap makan hanya ¼ porsi. Kebiasaan minum kopi (-), susu (-), peristaltik (+). Klien mengatakan bab tiap hari sekali dengan konsistensi lembek.
        7. Sistem reproduksi
          Klien mengatakan memiliki 2 orang anak putra dan putri.
        8. Sistem persyarafan
          Keadaan status mental klien baik dengan emosi stabil. Respon klien terhadap pembicaraan (+) dengan bicara yang normal dan jelas, suara pelo (-). Interpretasi klien terhadap lawan bicara cukup baik.
        1. Status kognitif/afektif/sosial
          1. Short potable mental status questionaire (SPMSQ) dengan kesalahan 6, karena klien sekolah SD tidak tamat.
          2. Mini mental state exam (MMSE) dengan skore 9, karena klien memang tidak mengerti.

        2. Data penunjang
          Tida ditemukan adanya hasil pemeriksaan penunjang.


           
        3.1.2 Analisa Data

        No 
        Data 
        Etiologi 
        Masalah 
        1.






           2.




         
        DS:

        • Klien mengeluh cepat merasa lelah kalau bekerja, Jantung berdebar – debar, sering berkeringat.

        DO:
        • Tekanan darah 170 / 90 mmHg, Nadi 80 kali/menit,.
        DS:
        • Klien mengatakan perut terasa panas, punggung sakit.

        DO:
        • Skala nyeri 4 pada skala 0-10. Ekspresi tangan memegangi daerah sakit, eksprsi wajah menyeringai.

        3.2 Diagnosa Keperawatan dan Perumusan Prioritas keperawatan

        3.2.1 Diagnosa Keperawatan

        1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan panas daerah perut, nafsu makan menurun akibat skunder dari peningkatkan asam lambung ditandai oleh klien mengatakan perut terasa panas dan nafsu makan menurun, BB = 37 kg.
        2) Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung ditandai oleh klien sering memegangi daerah perut, ekspresi wajah menyeringai.
        No
        Data
        Etiologi
        Masalah
        1.








         2.





        DS:
        -    Klien mengeluh cepat merasa lelah kalau bekerja, Jantung berdebar – debar, sering berkeringat.

        DO:
        -    Tekanan darah 170 / 90 mmHg, Nadi 80 kali/menit,.

        DS:
        -    Klien mengatakan perut terasa panas, punggung sakit.

        DO:
        -    Skala nyeri 4 pada skala 0-10. Ekspresi tangan memegangi daerah sakit, eksprsi  wajah menyeringai.



         
        Perencanaan

        No

        Diagnosa
        Tujuan
        Intervensi
        Rasional
        1.










        2.




        2.






        Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. perut terasa pana dan nafsu makan menurun akibat skunder dari peningkatan asam lambung.


        Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung ditandai oleh klien sering memegangi daerah perut, ekspresi wajah menyeringai.




        Setelah diberikan tindakan selama 2 hari, : terjadi peningkatan nafsu makan.
        -    Panas perut hilang/berkurang.
        -    Makan habis 1 porsi.
        -    Nafsu makan meningkat.,


        Nyeri berkurang/hilang
        Kriteria hasil: klien melaporkan penurunan nyeri progresif dan penghilangan nyeri setelah intervensi.






        ·         Jelaskan proses terjadinya panas pada daerah perut dan penurunan nafsu makan.
        ·         Hindari untuk mengkonsumsi makanan yang merangsang: pedas, asam.
        ·         Anjurkan untuk meningkatkan frekuensi dengan aturan porsi kecil tapi sering.
        ·         Kolaborasi untuk pemberian Antasida.


        · Kaji toleransi klien terhadap nyeri yang dialami.
        ·   Jelaskan proses terjad.
              .
        ·   Bantu klien dalam mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri yang efektif.
        .
        ·   Lakukan tindakan penghilangan nyeri: teknik relaksasi, distraksi.
        .


        ·         Membantu memberikan pemahaman sehingga klien lebih kooperatif.
        ·         Mencegah peningkatkan asam lambng.
        ·         Meningkatkan asupan sehingga kebutuhan mencukupi.
        ·         Untuk menetralkan asam lambung.



        ·         Mengetahui adaptasi klien terhadap nyeri.
        ·           meningkatkan pemahaman sehingga klien lebih kooperatif terhadap tindakan
        ·           Membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi
        ·            beberapa tindakan penghilang nyeri non invasif adalah tindakan mandiri yang dapat dilaksanakan perawat dalam usaha meningkatkan kenyamanan pada klien

          

        Implementasi
        Waktu/tgl
        Implementasi
        Evaluasi
        5 – 03 --2002
        12.00



        6 – 03– 2002
        07.00.





        07.30

        08.00-10.30



        11.00











        7– 03 – 2002
        08.00








        11.00

        ·         Memberikan HE tentang:
        -          Proses terjadinya panas daerah perut dan penurunan nafsu makan.

        ·         Mengkaji ulang tentang:
        -          Keluhan panas daerah perut dan nafsu makan.
        -          Memberikan obat analgetik : Decolgen ½ tablet 3 x sehari.

        ·         Melibatkan klien untuk kegiatan senam.
        ·         Melakukan pemeriiksaan fisik, dan melibatkan klien dalam kegiatan rekreasi.

        ·         Memotivasi klien untuk  menghindari makanan pedas, asam.
        ·         Memotivasi untuk meningkatkan frekuensi makan, bila perlu 4-5 kali.

        ·         Mendampingi klien makan dan memotivasi klien untuk makan lebih banyak.
        ·         Mengevaluasi porsi makan .

        ·        Melibatkan klien untuk mengikuti kegiatan senam.

        ·        Memotivasi klien untuk makan lebih banyak.

        ·        Mendampingi klien makan siang dan memotivasi untuk meningkatkan porsi makan .

        ·        Melakukan terminasi dan evaluasi
        ·         Klien kooperatif.
        ·         Klien tampak serius memperhatikan.



        ·         Klien mengatakan tidak panas lagi, tapi nafsu makan masih menurun.




        ·         Klien menyatakan mencoba.















        ·     Klien mampu mengikuti senam sampai habis.

        ·     Klien makan ½ porsi dan minum 2 gelas dari pagi.

        ·     Klien makan ½ porsi 3 x sehari.





        Evaluasi
        No
        Diagnosa Keperawatan
        Evaluasi
        1.







        2.


         
        Pertubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d panas daerah perut dan penurunan nafsu makan akibat skunder peningkatan asam lambung.


        Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung.



        anggal: 7 Maret 2002-03-14
        S: Klien mengatakan panas perut berkurang dan nafsu makan sudah ada peningkatkan.
        O: Setiap makan habis ½ porsi .
        A:  Masalah teratasi sebagian.
        P: Rencana dapt diteruskan.

        S: Klien mengatakan nyeri berkurang.
        O: Klien tidak memegangi daerah perut .
        A: Masalah teratasi sebagian.
        P: Rencana diteruskan.


        Daftar Pustaka
        Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis, Binarupa Aksara, Jakarta.
        Callahan, Barton, Schumaker (1997), Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan gawat Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.
        Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
        Decker DL. (1990). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of Aging. Little Brown and Company. Boston
        Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
        Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT Gramedia, Jakarta.
        Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman. EGC. Jakarta
        Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
        Hudak and Gallo (1996), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
        Lueckenotte.A.G. (1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri
        Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia. Jakarta
        Afdol. Et all. (1995). Latar Belakang Sosial Ekonomi dan Tingkat Kepuasan Hidup Lanjut Usia Penghuni Panti Werdha. PPKP lemlit Unair. Surabaya
         
        Nugroho Wahyudi (1992). Perawatan Usia Lanjut, EGC. Jakarta
         
        Nugroho Wahyudi (1999). Keperawatan Gerontik. EGC. Jakarta

        Hardiwinoto dan Tony Setyobudi (1999). PAnduan Gerontologi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
         
        Boedhi Darmojo dan Hadi MArtono (1999). Buku Ajar Gerontologi. FKUI. Jakarta.
        Depkes RI Badan Litbangkes. (1986). Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta

        Depsos RI. (----). Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia Dalam Panti. Depsos RI. Jakarta

        Lampiran Materi



        PERAWATAN MATA POST OPERASI KATARAK
        BAGI KLIEN LANSIA DENGAN KATARAK

        • Tujuan perawatan mata post operasi katarak
        1. Mencegah terjadinya resiko infeksi akibat interupsi pembedahan pada mata yang katarak.
        2. Meningkatkan kemampuan penglihatan secara optimal.
        3. Menunjang pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari – hari secara mandiri.

        • Pembatasan aktifitas sementara bagi klien post operasi katarak
        1. Berbaring atau tidur pada sisi yang dioperasi
        2. Mengangkat beban berat > 10 kilogram
        3. Membungkuk melewati pinggang.
        4. Mandi keramas
        5. Mengedan
        6. Melakukan pijatan atau memijat.
        7. Mengucek – ucek atau menggosok – gosok mata.
        8. Terpapar sinar matahari secara langsung.

        • Teknik perawatan mata post operasi katarak secara sederhana
        1. Alat dan bahan yang diperlukan:
        • Air hangat kuku dalam tempat yang bersih.
        • Boorwater kalau ada.
        • Kapas bersih
        • Handuk bersih
        • Obat salp mata


        1. Persiapan sebelum melakukan perawatan mata
        • Cuci tangan sebelum melakukan perawatan mata.
        • Rapikan rambut agar tidak mengenai mata


        1. Cara perawatan mata secara sederhana
        • Basahi kapas dengan air hangat atau boorwater, peras sedikit supaya kapas tidak terlalu basah.
        • Usapkan kapas secara perlahan – lahan kepada mata yang akan dibersihkan dengan cara mengusap dari bagian dalam mata ke arah luar dengan sekali usapan. Bila kapas dirasa telah kotor, ganti dengan yang baru,
        • Setelah bersih, keringkan mata dengan cara mengusap perlahan – lahan dengan handuk bersih atau dengan cara menekan – nekan secara perlahan – lahan serta kelopak mata menutup.
        • Beri obat salp mata, tunggu sampai meresap.
        • Hindari dari paparan sinar matahari langsung atau dari zat alergen lain.

        1 komentar:

        Unknown mengatakan...

        kak, ini gk bisa di copy iya??? mau minta materinya dong kak....

        Posting Komentar

        Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
        Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More