BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1985. Pada saat itu pimpinan puskesmas maupun pemegang program di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota belum mempunyai alat pantau yang dapat memberikan data yang cepat sehingga pimpinan dapat memberikan respon atau tindakan yang cepat dalam wilayah kerjanya. PWS dimulai dengan program Imunisasi yang dalam perjalanannya, berkembang menjadi PWS-PWS lain seperti PWS-Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) dan PWS Gizi.
http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com
Pelaksanaan PWS imunisasi berhasil baik, dibuktikan dengan tercapainya Universal Child Immunization (UCI) di Indonesia pada tahun 1990. Dengan dicapainya cakupan program imunisasi, terjadi penurunan AKB yang signifikan. Namun pelaksanaan PWS dengan indikator Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) tidak secara cepat dapat menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) secara bermakna walaupun cakupan pelayanan KIA meningkat, karena adanya faktor-faktor lain sebagai penyebab kematian ibu (ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dsb). Dengan demikian maka PWS KIA perlu dikembangkan dengan memperbaiki mutu data, analisis dan penelusuran data.
Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan beberapa indikator status kesehatan masyarakat. Dewasa ini AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1.000 kelahiran hidup, AKN 19 per 1.000 kelahiran hidup, AKABA 44 per 1.000 kelahiran hidup.
Penduduk Indonesia pada tahun 2007 adalah 225.642.000 jiwa dengan CBR 19,1 maka terdapat 4.287.198 bayi lahir hidup. Dengan AKI 228/100.000 KH berarti ada 9.774 ibu meninggal per tahun atau 1 ibu meninggal tiap jam oleh sebab yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas. Besaran kematian Neonatal, Bayi dan Balita jauh lebih tinggi, dengan AKN 19/1.000 KH, AKB 34/1.000 KH dan AKABA 44/1.000 KH berarti ada 9 Neonatal, 17 bayi dan 22 Balita meninggal tiap jam.
Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Development Goals/MDGs, 2000) pada tahun 2015 diharapkan Angka Kematian Ibu menurun sebesar tiga-perempatnya dalam kurun waktu 1990-2015 dan Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita menurun sebesar dua-pertiga dalam kurun waktu 1990-2015. Berdasarkan hal itu Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi 102/100.000 KH, Angka Kematian Bayi dari 68 menjadi 23/1.000 KH, dan Angka Kematian Balita 97 menjadi 32/1.000 KH pada tahun 2015.
Penyebab langsung kematian Ibu sebesar 90% terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan (SKRT 2001). Penyebab langsung kematian Ibu adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Penyebab tidak langsung kematian Ibu antara lain Kurang Energi Kronis/KEK pada kehamilan (37%) dan anemia pada kehamilan (40%). Kejadian anemia pada ibu hamil ini akan meningkatkan risiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia. Sedangkan berdasarkan laporan rutin PWS tahun 2007, penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (39%), eklampsia (20%), infeksi (7%) dan lain-lain (33%).
Menurut RISKESDAS 2007, penyebab kematian neonatal 0 – 6 hari adalah gangguan pernafasan (37%), prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%), kelainan darah/ikterus (6%), postmatur (3%) dan kelainan kongenital (1%). Penyebab kematian neonatal 7 – 28 hari adalah sepsis (20,5%), kelainan kongenital (19%), pneumonia (17%), Respiratori Distress Syndrome/RDS (14%), prematuritas (14%), ikterus (3%), cedera lahir (3%), tetanus (3%), defisiensi nutrisi (3%) dan Suddenly Infant Death Syndrome/SIDS (3%). Penyebab kematian bayi (29 hari – 1 tahun) adalah diare (42%), pneumonia (24%), meningitis/ensefalitis (9%), kelainan saluran cerna (7%), kelainan jantung kongenital dan hidrosefalus (6%), sepsis (4%), tetanus (3%) dan lain-lain (5%). Penyebab kematian balita (1 – 4 tahun) adalah diare (25,2%), pneumonia (15,5%), Necrotizing Enterocolitis E.Coli/NEC (10,7%), meningitis/ensefalitis (8,8%), DBD (6,8%), campak (5,8%), tenggelam (4,9%) dan lain-lain (9,7%).
Upaya untuk mempercepat penurunan AKI telah dimulai sejak akhir tahun 1980-an melalui program Safe Motherhood Initiative yang mendapat perhatian besar dan dukungan dari berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri. Pada akhir tahun 1990-an secara konseptual telah diperkenalkan lagi upaya untuk menajamkan strategi dan intervensi dalam menurunkan AKI melalui Making Pregnancy Safer (MPS) yang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2000. Sejak tahun 1985 pemerintah merancang Child Survival (CS) untuk penurunan AKB. Kedua Strategi tersebut diatas telah sejalan dengan Grand Strategi DEPKES tahun 2004.
LATAR BELAKANG
- AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi
- Penyebab kematian persalinan: Perdarahan: 40 %, Infeksi: 30 %, Toksemia: 20 %
- Untuk mengatasi masalah diatas, pelayanan KIA dituntut meningkat baik jangkauan maupun mutunya
- Pelayanan KIA perlu dipantau terus menerus untuk mengetahui gambaran tentang kelompok mana dalam wilayah yang paling rawan
- Dengan diketahuinya lokasi (desa) rawan kesehatan ibu dan anak, maka desa tersebut dapat lebih diperhatikan dan dicarikan pemecahan masalahnya
- Untuk memantau cakupan pelayanan KIA dikembangkan sistem PWS-KIA
TUJUAN UMUM
Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA diwilayah kerja Puskesmas, melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus menerus.
TUJUAN KHUSUS
1. Memantau cakupan pelayanan KIA secaraterus menerus untuk tiap desa
2. Menilai kesenjangan antara target dan pencapaian sebenarnya untuk tiap desa
3. Menentukan urutan desa prioritas yang akan ditangani berdasarkan besarnya kesenjangan
4. Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia.
5. Membangkitkan peran pamong setempat dalam penggerakan sasaran dan mobilisasi sumberdaya
PRINSIP PENGELOLAAN PROGRAM KIA
1. Peningkatan pelayanan ANC disemua fasilitas yankes (mutu dan jangkauan)
2. Peningkatan pertolongan Bulin oleh nakes profesional
3. Peningkatan DDRT Bumil baik oleh nakes, kader maupun dukun bayi
4. Peningkatan pelayanan neonatal (mutu dan jangkauan)
PELAYANAN ANC
Standart minimal 5 T:
1. Timbang berat badan ukur tinggi badan
2. (Ukur) Tekanan darah
3. (Pemberian Imunisasi) Tetanus toksoid (TT) lengkap
4. (Ukur) Tinggi fundus uteri
5. (Pemberian) Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan
FREKUENSI ANC
1. Minimal 1 kali pada triwulan pertama
2. Minimal 1 kali pada triwulan kedua
3. Minimal 2 kali pada triwulan ketiga
PERTOLONGAN PERSALINAN
1. Oleh tenaga profesional: Dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan
2. Memenuhi standart minimal 3 bersih: bersih tangan penolong, bersih alat pemotong tali pusat, bersih tempat ibu berbaring
3. Prinsip persalinan: steril, sesuai SOP, merujuk kasus yang tidak mampu ditangani
Rencana Strategi Making Pregnancy Safer (MPS) terdiri dari 3 pesan kunci dan 4 strategi.
Tiga pesan kunci MPS adalah :
1. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
2. Setiap komplikasi obsetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.
3. Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap upaya pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
Empat strategi MPS adalah :
1. Peningkatan kualitas dan akses pelayanan kesehatan Ibu dan Bayi dan Balita di tingkat dasar dan rujukan.
2. Membangun kemitraan yang efektif.
3. Mendorong pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat.
4. Meningkatkan Sistem Surveilans, Pembiayaan, Monitoring dan informasi KIA.
Rencana Strategi Child Survival (CS) terdiri dari 3 pesan kunci dan 4 strategi.
Tiga pesan kunci CS adalah:
1. Setiap bayi dan balita memperoleh pelayanan kesehatan dasar paripurna.
2. Setiap bayi dan balita sakit ditangani secara adekuat.
3. Setiap bayi dan balita tumbuh dan berkembang secara optimal.
Empat strategi CS adalah:
1. Peningkatan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan balita yang berkualitas berdasarkan bukti ilmiah
2. Membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program, lintas sektor dan mitra lainnya dalam melakukan advokasi untuk memaksimalkan sumber daya yang tersedia serta memantapkan koordinasi perencanaan kegiatan MPS dan child survival.
3. Mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui kegiatan peningkatan pengetahuan untuk menjamin perilaku yang menunjang kesehatan ibu, bayi baru lahir dan balita serta pemanfaatan pelayanan kesehatan yang tersedia.
4. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan balita.
Sehubungan dengan penerapan sistim desentralisasi dan memperhatikan PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan PP 41/2007 tentang Struktur Organisasi Pemerintah di Daerah, maka pelaksanaan strategi MPS di daerahpun diharapkan dapat lebih terarah dan sesuai dengan permasalahan setempat. Dengan adanya variasi antar daerah dalam hal demografi dan geografi maka kegiatan dalam program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) perlu disesuaikan.
Agar pelaksanaan program KIA dapat berjalan lancar, aspek peningkatan mutu pelayanan program KIA tetap diharapkan menjadi kegiatan prioritas ditingkat Kabupaten/Kota. Peningkatan mutu program KIA juga dinilai dari besarnya cakupan program di masing-masing wilayah kerja. Untuk itu, besarnya cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah kerja perlu dipantau secara terus menerus, agar diperoleh gambaran yang jelas mengenai kelompok mana dalam wilayah kerja tersebut yang paling rawan. Dengan diketahuinya lokasi rawan kesehatan ibu dan anak, maka wilayah kerja tersebut dapat lebih diperhatikan dan dicarikan pemecahan masalahnya. Untuk memantau cakupan pelayanan KIA tersebut dikembangkan sistem Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA).
B. Pengertian
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA di suatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita. Kegiatan PWS KIA terdiri dari pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak/instansi terkait dan tindak lanjut.
Definisi dan kegiatan PWS tersebut sama dengan definisi Surveilens. Menurut WHO, Surveilens adalah suatu kegiatan sistematis berkesinambungan, mulai dari kegiatan mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data yang untuk selanjutnya dijadikan landasan yang esensial dalam membuat rencana, implementasi dan evaluasi suatu kebijakan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan surveilens dalam kesehatan ibu dan anak adalah dengan melaksanakan PWS KIA.
Dengan PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat ditingkatkan dengan menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah kerja. Dengan terjangkaunya seluruh sasaran maka diharapkan seluruh kasus dengan faktor risiko atau komplikasi dapat ditemukan sedini mungkin agar dapat memperoleh penanganan yang memadai.
Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat advokasi, informasi dan komunikasi kepada sektor terkait, khususnya lintas sektor setempat yang berperan dalam pendataan dan penggerakan sasaran. Dengan demikian PWS KIA dapat digunakan untuk memecahkan masalah teknis dan non teknis. Pelaksanaan PWS KIA harus ditindaklanjuti dengan upaya perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA, intensifikasi manajemen program, penggerakan sasaran dan sumber daya yang diperlukan dalam rangka meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA. Hasil analisis PWS KIA di tingkat puskesmas dan kabupaten/kota dapat digunakan untuk menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula hasil analisis PWS KIA di tingkat propinsi dapat digunakan untuk menentukan kabupaten/kota yang rawan.
C. Tujuan
Tujuan umum :
Terpantaunya cakupan dan mutu pelayanan KIA secara terus-menerus di setiap wilayah kerja.
Tujuan Khusus :
1. Memantau pelayanan KIA secara Individu melalui Kohort
2. Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA secara teratur (bulanan) dan terus menerus.
3. Menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar pelayanan KIA.
4. Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator KIA terhadap target yang ditetapkan.
5. Menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan ditangani secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangan.
6. Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia dan yang potensial untuk digunakan.
7. Meningkatkan peran lintas sektor setempat dalam penggerakan sasaran dan mobilisasi sumber daya.
8. Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan KIA.
8.
MENANGANI KEMATIAN AKIBAT TERLAMBAT
1. Terlambat mengenali bahaya resiko tinggi
2. Terlambat mengambil keputusan dalam keluarga
3. Terlambat memperoleh transportasi / rujukan
4. Terlambat memperoleh penanganan GDON (Gawat Darurat Obstetri Neonatal) secara memadai
DDRT BUMIL (deteksi Dini Risiko Tinggi Ibu Hamil)
1. Primigravida < 20 tahun atau > 35 tahun
2. Anak > 4
3. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang < 2 tahun Tinggi badan < 145 cm Berat badan < 38 kg atau Lila < 23,5 cm. Riwayat keluarga: DM, HT, cacat kongenital Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau panggul RISTI BUMIL Hb kurang dari 8 gr. % Tekanan darah tinggi (sistole > 140 mmHg, diastole > 90 mmHg).
4. Oedema yang nyata
5. Eklampsia
6. Perdarahan per vaginam
7. Ketuban pecah dini
8. Letak lintang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu
9. Letak sungsang pada primigravida
10. Infeksi berat / sepsis
11. Persalinan prematur
12. Kehamilan ganda
13. Janin yang besar
14. Penyakit kronis ibu : jantung, paru, ginjal, dll.
15. Riwayat obstetri buruk, riwayat bedah sesar dan komplikasi kehamilan.
DDRT NEONATAL
1. BBLR ( berat lahir kurang dari 2500 gram )
2. Bayi dengan tetanus neonaturum
3. Bayi baru lahir dengan asfiksia
4. Bayi dengan ikterus neonaturum (ikterus > 10 hari setelah lahir )
5. Bayi baru lahir dengan sepsis
6. Bayi lahir dengan berat > 4000 gram
7. Bayi preterm dan post term
8. Bayi lahir dengan cacat bawaan sedang
9. Bayi lahir dengan persalinan dengan tindakan
GRAFIK PWS-KIA
1. Grafik cakupan K1
2. Grafik cakupan K4
3. Grafik cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan
4. Grafik penjaringan ibu hamil beresiko oleh masyarakat
5. Grafik penjaringan ibu hamil beresiko oleh tenaga kesehatan
6. Grafik cakupan neoantal oleh tenaga kesehatan
CARA MEMBUAT GRAFIK
1. Menentukan target rata2 per bulan untuk menggambarkan skala pada garis vertikal (sumbu Y), caranya target 1 tahun/12
2. Hasil perhitungan cakupan kumulatif, dimasukan kedalam lajur % kumulatif secara berurutan sesuai peringkat (tertinggi sebalah kiri)
3. Nama desa ditulis pada lajur desa, menyesuaikan lajur kumulatif
4. Hasil perhitungan bulan ini dan bulan lalu untuk tiap desa dimasukan ke lajur masing2
5. Gambar anak panah untuk mengisi lajur trend,
6. Bila bulan ini lebih tinggi dari bulan lalu maka trend naik (↑)
7. Bila bulan ini lebih rendah dari bulan lalu maka trend turun (↓)
8. Bila bulan ini sama dari bulan lalu maka trend tetap (−)
RENCANA TINDAK LANJUT
o Bagi desa yang berstatus baik atau cukup, pola penyelenggaraan pelayanan KIA perlu dilanjutkan, dengan beberapa penyesuaian tertentu sesuai kebutuhan
o Desa berstatus kurang, yang terutama berstatus jelek perlu diprioritaskan untuk pembinaan selanjutnya. Perlu dilakukan analisis lebih dalam serta dicari penyebab rendahnya cakupan, sehingga dapat diupayakan cara penanganan masalah secara spesifik
o Intervensi kegiatan yang bersifat teknis (termasuk logistik) harus dibicarakan dalam minilokakarya puskesmas dan rapat dinas kesehatan kabupaten
o Intervensi kegiatan non teknis (motivasi, penggerakan sasaran, mobilisasi sumberdaya) harus dibicarakan pada rapat koordinasi kecamatan
CARA PENGISIAN KOHORT IBU
NO URUT NO INDEK NAMA ALAMAT RT/RW
IBU SUAMI
1 2 3 4 5
Kolom 1: diisi nomor urut
Kolom 2: diisi nomor indek dari Family Folder SP2TP
Kolom 3: diisi nama ibu hamil
Kolom 4: diisi suami ibu hamil
Kolom 5: diisi alamat ibu hamil
UMUR
IBU KEHAMILAN
<20 20-35 >35 0-12 mg 13-24 >24
6 7 8 9 10 11
6, 7, 8: diisi umur ibu hamil yang sebenarnya dengan angka, misalnya umur 23 tahun diisikan pada kolom 7
9, 10, 11: diisi umur kehamilan ibu pada kunjungan pertama dengan angka, misalnya 20 minggu diisikan pada kolom 10
HAMIL KE BB TIII <45 Kg TB <145 cm Hb <8 g% TENSI 160/95
1 2-4 ≥5
12 13 14 15 16 17 18
12, 13, 14: diisi jumlah kehamilan yg pernah dialami oleh ibu yg bersangkutan, misalnya kehamilan ke 4, diisikan angka 4 pada kolom 13 15: diisi tanggal ditemukan ibu dengan BB kurang dari 45 Kg pada trimester III 16: diisi tanda (√) bila TB ibu < 145 cm 17: diisi tanggal ditemukan ibu hamil dengan Hb < 8 gr% 18: diisi tanggal ditemukan ibu hamil dengan tekanan darah 160/95 mmHg
PENDETEKSI FAK. RISK JARAK KEHAMILAN IMUNISASI
K NK <2TH >2TH TT 1 TT 2 TTU
19 20 21 22 23 24 25
19, 20: diisi tanggal ditemukan ibu hamil dengan risiko tinggi, NK = non kesehatan, K = kesehatan
21, 22: diisi tanda (√) bila jarak kehamilan <2tahun atau >2 tahun
23, 24, 25: diisi tanggal ibu hamil mendapat imunisasi TT 1, TT 2 atau TT ulang
KUNJUNGAN IBU
J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D
26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
26-49: diisi tanggal pada bulan yang sesuai dengan kunjungan ibu hamil dan kode:
O Untuk K 1
# Untuk K 4
* Untuk persalinan
+ Untuk kematian ibu
Contoh: K4 pada tanggal 21 januari, ditulis 21 # pada kolom 26 dan 38
PENOLONG PERSALINAN KELAHIRAN IBU MENYUSUI KET
LM LH
TK DT DTT <2500 ≥2500 <42 hr 42 hr -2 th
50 51 52 53 54 55 56 57
50,51,52: diisi tanda (√) sesuai penolong persalinan; TK = tenaga kesehatan, DT = dukun terlatih, DTT = dukun tidak terlatih
53,54: diisi tanggal kelahiran, LM = lahir mati, LH = lahir hidup
55; diisi tanda lidi setiap kali kunjungan, selama masa nifas (diharapkan 2 kali kunjungan)
56: diisi tanda lidi setiap kali kunjungan, selama periode pasca nifas sampai 2 tahun (diharapkan 4 kali kunjungan setiap tahun)
57: diisi hal lain yang dianggap penting untuk ibu hamil yang bersangkutan
CARA PENGISIAN KOHORT BAYI
NO URUT NO INDEK NAMA BAYI TGL LAHIR NAMA ORTU ALAMAT
1 2 3 4 5 6
1: diisi no urut
2: diisi nomer indeks dari Family Folder SP2TP
3-6: cukup jelas
L/P BBL KUNJUNGAN
NEONATAL POST NEONATAL
0-7 Hr 8 Hr-1 Bl
7 8 9 10 11
7: diisi sesuai jenis kelamin, L = laki, P = Perempuan
8: diisi angka dalam gram BB bayi yang baru lahir (BBL)
9, 10, 11: diisi tanggal kunjungan tenaga kesehatan yang memeriksa bayi tsb, dan ditulis AE1 (ASI Eksklusif bulan pertama)
HASIL PENIMBANGAN
J F M A M J J A S O N D
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
12 – 23: diisi tanggal dan kode BB bayi yang ditimbang; N = naik, T = turun, R = bawah garis titik-titik (BGT), # = bawah garis merah (BGM)
Kolom 12, 13, 14, 15, 16: berturut turut ditulis AE 2, AE 3, AE 4, AE 5, AE 6 ( ASI Eksklusif ke 1,2,3,4,5,6)
IMUNISASI
BCG DPT1/P1 DPT2/P2 DPT3/P3 CAMPAK
24 25 26 27 28
24 – 28: diisi tanggal bayi mendapat imunisasi
MENINGGAL KET
TGL TETANUS ISPA DIARE LAIN2
29 30 31 32 33 34
29: diisi tanggal bayi ditemukan meninggal
30 – 32: diisi tanda (√) sesuai dengan penyebab kematian bayi tersebut
33: diisi diagnose penyakit penyebab kematian bayi selain, tetanus, ISPA dan diare
34: diisi hal lain yang dianggap penting untuk bayi yang bersangkutan
http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com
http://dr-suparyanto.blogspot.com/2009/11/pws-kia.html
0 komentar:
Posting Komentar